RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) dinilai akan memperkuat industri financial technology atau fintech dan kripto. Namun, independensi Bank Indonesia (BI), Dewan Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menjadi perhatian.
Steering Committee Asosiasi Fintech Indonesia (IFSOC) Agustinus Prasetyantoko menilai pengelolaan fintech akan erat kaitannya dengan penguatan kekuatan dan tata kelola di sektor keuangan.
“Dalam rangka pengembangan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK), independensi otoritas sektor keuangan antara lain BI, OJK, dan LPS harus dijamin dalam RUU PPSK,” kata Prasetyantoko dalam keterangan media, Kamis (27/ 10). .
Independensi otoritas sektor keuangan perlu dijamin untuk menjaga kepercayaan seluruh pemangku kepentingan. “Peraturan yang tegas diperlukan untuk menghindari hal-hal yang dapat mengganggu kinerja dan profesionalisme otoritas sektor keuangan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya,” imbuhnya.
Menurutnya, RUU PPSK juga perlu memastikan prinsip check and balance berjalan baik antara eksekutif dan legislatif dalam proses pemilihan dan penetapan pimpinan otoritas sektor keuangan.
IFSOC yang didirikan pada November 2020 merupakan forum diskusi kebijakan terkait fintech dan ekonomi digital.
Center for Strategic and International Studies (CSIS) juga menyoroti hal yang sama. Dia melihat upaya DPR untuk bisa mengontrol BI, OJK, dan LPS lebih dalam.
“Masalahnya adalah perebutan kekuasaan. Di sini DPR berusaha mengambil semuanya,” ujar Peneliti Senior Departemen Ekonomi CSIS Deni Friawan dalam diskusi daring, Kamis (27/10).
“DP memiliki kendali atas lembaga keuangan melalui cara mereka memilih dewan direksi, termasuk panitia seleksi,” tambahnya.
RUU PPSK memang memuat rencana penataan ulang mekanisme rekrutmen pimpinan LPS dan OJK. Perubahan paling signifikan terlihat pada komposisi panitia seleksi (Pansel).
Dalam aturan lama, panitia seleksi pimpinan OJK dipilih oleh presiden yang berasal dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), BI, dan masyarakat. Sementara RUU PPSK menetapkan DPR akan mengangkat panel penuh.
Begitu juga dengan LPS. Sebelumnya, pemilihan pimpinan LPS dilakukan tanpa Pansel atau ditunjuk langsung oleh Menteri Keuangan.
Sedangkan dalam RUU PPSK, pemilihan ketua LPS dilakukan oleh panel yang ditunjuk DPR.
DPR juga berencana membentuk badan pengawas alias badan pengawas LPS dan OJK. Langkah ini pertama kali dilakukan terhadap bank sentral.
“Kepemimpinan dipilih oleh mereka (DPR). Mereka juga memiliki dewan pengawas. Jelas sekali, kalau dibiarkan, kemerdekaan akan sulit,” ujar Deni.
RUU PPSK Promosikan Industri Fintech dan Kripto
RUU PPSK dinilai mampu menyesuaikan sektor keuangan Indonesia dengan perkembangan teknologi. Ketua Komite Pengarah IFSOC Rudiantara mengatakan, perangkat hukum yang relevan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan sektor keuangan saat ini, termasuk menanggapi perkembangan teknologi.
“Khusus untuk sektor fintech, RUU PPSK dibutuhkan sebagai payung hukum pengembangan dan penguatan sektor keuangan digital yang lebih adaptif,” ujar mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) ini.
“RUU PPSK harus bertujuan untuk menjembatani kesenjangan antara tingkat inklusi dan literasi keuangan yang kini semakin lebar. Selain itu, diarahkan untuk memperkuat aspek perlindungan konsumen,” imbuhnya.
Steering Committee IFSOC Tirta Segara menambahkan bahwa pengaturan berbasis aktivitas harus dilakukan untuk menghilangkan hambatan regulasi. Selain itu, untuk menciptakan ekosistem fintech yang terintegrasi.
“Rezim regulasi kelembagaan kurang fleksibel dengan perkembangan fintech yang kini berkembang pesat. Pengaturan berbasis aktivitas diperlukan agar proses perizinan ITSK yang lincah mengikuti perkembangan industri sektor keuangan dan menghadirkan prinsip risiko yang sama, aturan yang sama,” ujar Tirta.
Menurutnya, RUU PPSK harus ditujukan untuk menciptakan ekosistem yang dapat meningkatkan kerja sama dengan menghadirkan interkoneksi di semua sektor keuangan. “Misalnya dalam hal pendalaman peran fintech dalam penyaluran bantuan sosial (bansos),” imbuhnya.
Mantan Anggota Dewan Komisioner OJK itu juga menegaskan perlunya kejelasan definisi dan pengaturan aset kripto dalam RUU PPSK. Ia berharap peraturan ini akan memperluas cakupan aset kripto menjadi aset digital dan fokus pada penggunaan terbatas di sektor keuangan.
Ia juga berharap RUU PPSK memberikan batasan yang jelas antara aset digital yang dikategorikan dalam sektor keuangan dan non keuangan. Hal ini untuk memperjelas kerangka kerja koordinasi dan supervisi ke depan.
Namun tetap mempertimbangkan pendekatan berbasis risiko dalam menentukan aset digital. Ini untuk melindungi pengguna dengan memberikan informasi tentang risiko yang melekat pada aset digital tertentu.